Mengenal Tradisi ‘Munjung’ Mendekati Hari Raya Idul Fitri, Masih Adakah di Tempatmu?

Mendekati Hari Raya Idul Fitri, rumah kami biasanya agak disibukkan dengan persiapan munjung ke orang yang lebih tua.

Sebut saja seperti munjung ke tempat para sesepuh (Buyut, kakek-nenek, serta saudaranya), paman, dan mereka yang usianya jauh di atas orangtua kami.

Maka dari itu, jauh-jauh hari kami sudah membuat perencanaan anggaran dan menulis daftar produk yang akan dibeli guna menghindari padatnya pusat perbelanjaan menjelang lebaran.

1. Apa itu Munjung?

Munjung dapat diartikan dengan memberi, bersedekah, dan berbagi yang bertujuan untuk mensyukuri nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala sekaligus menyambung tali silaturahmi dengan saudara agar tetap terjaga erat.

Tradisi di Jawa Tengah ini dilakukan satu minggu/h-3/h-1 Hari Raya Idul Fitri dengan memberikan hantaran sejenis parcel yang berisi aneka produk makanan.

Untuk para sesepuh, kami akan mengisi hantaran tersebut dengan kebutuhan pokok dapur seperti gula, kecap, tepung terigu, minyak goreng, dan sebagainya.

Nah, untuk mereka yang usianya tepat satu hingga lima tahun lebih tua dari orangtua kami, akan diberikan hantaran campuran. Selain kebutuhan pokok juga diselipkan aneka camilan atau snack ringan bagi anak-anak.

Sumber: Dokumentasi pribadi

Menurut ibu, tradisi munjung sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1800-an dan kini telah mengalami beberapa perubahan, terutama pada pelaksanannya.

Sebab, dulunya kebiasaan Munjung diisi dengan makanan atau hasil bumi yang didapatkan langsung setelah panen. Seperti ubi jalar, beras, ketan, aneka kacang-kacangan, dan sebagainya.

Namun kini, sebagian besar masyarakat sudah menggantinya dengan produk siap pakai karena dinilai lebih praktis dan mudah.

Selain itu, waktu lebaran lebih seringnya tidak selalu satu musim yang sama dengan masa panen, sehingga dianggap cukup solutif.

2. Proses Pelaksanaan Munjung

Proses pelaksanaan munjung pada dasarnya dilakukan oleh mereka yang sudah berumah tangga dan masih memiliki kerabat yang ‘dituakan’. Setidaknya begitu di keluarga dan desa kami.

Jadi, ketika kakek dan nenek kami masih hidup, ibu biasanya akan menyiapkan satu paket berisi berbagai jenis produk sembako yang akan diberikan pada mereka.

Begitu juga sebaliknya, ibu juga menerima ‘munjungan’ dari adik-adiknya yang lebih muda dan tentunya sudah berkeluarga.

Untuk praktik munjung ini, ibulah yang biasa mengemas dan memilih jenis produk yang cocok diberikan pada para sesepuh dan kerabat.

Produk tersebut akan dikemas menggunakan kardus, kemudian ditempeli dengan kertas bertuliskan nama penerima.

Sumber: Dokumentasi pribadi

Selanjutnya, kami anak-anaklah yang akan mengantar hantaran tersebut di pagi atau sore hari.

Usai munjung, biasanya kami dapat angpao dari para sesepuh dan kerabat ibu (Hehe, tiap ditolak selalu nggak boleh. Ya namanya kan rezeki yagesya).

3. Manfaat Munjung

Kalau dicermati lebih dalam tentang kebiasaan munjung di daerah kami, tradisi ini memberikan beberapa manfaat serta kesan yang cukup memorable.

  • Mendekatkan hubungan keluarga yang jauh dan jarang bertemu (Karena beberapa hanya bertemu saat lebaran dan acara Halal bi Halal saja)
  • Meneruskan tradisi yang sudah ada sejak nenek moyang kami
  • Melihat dan mengetahui kabar terbaru dari para sesepuh. Dengan munjung kami juga dapat mengetahui kondisi mereka; sehat atau tidak
  • Menyenangkan hati para kakek dan nenek yang rindu dijenguk oleh cucunya
  • Belajar berbagi rezeki dan memberi sesuai kesanggupan

Bagaimana, apakah di tempatmu juga masih menjaga atau melakukan tradisi munjung?

4. Praktik Munjung Tak Selalu Sama di Setiap Daerah

Walaupun memiliki tujuan yang sama, praktik munjung punya tata pelaksanaan dan aktivitas yang berbeda di setiap daerah di Jawa Tengah.

Ada yang melakukan munjung tanpa pandang usia, munjung dengan makan bersama usai buka puasa menjelang malam takbir, munjung saat hari-hari tertentu, dan sebagainya.

Setiap daerah pasti membawa keunikannya masing-masing, akan tetapi budaya ini cukup positif untuk dilestarikan.

parcel untuk munjung
Sumber: Dokumentasi pribadi

Kendati begitu, kebiasaan munjung tidak diwajibkan dan keharusan. Apabila memang belum mampu dan tidak sanggup, maka tidak boleh dipaksakan.

Apalagi kalau cuma karena merasa tidak enak atau yang lainnya, karena para orangtua zaman dulu juga berpesan bahwa munjung boleh dilakukan selama mampu dan sanggup.

Namun, jika praktik ini malah memberatkan dan membuat si pemberi merasa terbebani, sebaiknya tidak dilakukan demi kebailkan bersama.

Tinggalkan komentar

Atas ↑